eklan

Ekonom Yang Fisikawan: Dari Rizal Ramli, Umar Juoro, Hingga Kenichi Ohmae


Prabowo memuji Rizal Ramli sebagai orang yang sangat mengerti dunia ekonomi karena latar belakang fisikanya yang kuat. Sebenarnya tidak sedikit orang dengan latar belakang sains yang terjun ke dunia ekonomi.

Di Indonesia kita mengenal Rizal Ramli dan Umar Juoro, dua Fisikawan ITB yang terjun ke dunia ekonomi. Kita juga mengenal Kenichi Ohmae, fisikawan Jepang yang menjadi bapak manajemen Asia, dan membantu Toyota menjadi raksasa otomotif.

Dari ranah matematika, kita mengenal John Nash, pakar matematika yang memenangkan Nobel Ekonomi melalui Game Theorynya. Kisah populer Nash bahkan sukses dituangkan ke layar lebar melalui film A Beautiful Mind, yang diperankan Matt Damon.

Berikut biografi singkat duo fisikawan ITB ini.

Rizal Ramli


Dilahirkan dengan nama Rizal Ramli pada tanggal 10 Desember 1954 di Padang, Sumatera Barat.

Ayahnya bernama Ramli yang bekerja sebagai wedana atau asisten camat dan ibunya bernama Rabiah yang bekerja sebagai seorang guru. Usia tiga tahun ia sudah dapat membaca. Rizal Ramli yatim piatu ketika usianya enam tahun.

Setelah ditinggal kedua orang tuanya, ia kemudian tinggal dan ikut bersama dengan neneknya di Bogor. Ia tinggal disana bersama dengan saudara dan juga sepupunya dan membantu neneknya untuk beternak ayam, baik itu ayam petelur ataupun ayam broiler dan ayam potong.

Rizal Ramli memulai pendidikannya dengan bersekolah di SD Hutabarat Bogor. Rizal Ramli sejak kecil hobi membaca dan banyak membaca buku-buku ketika ia tinggal di bogor. Setelah tamat SD, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP 1 Bogor dan kemudian masuk di SMA 2 Bogor. Saat di SMA, ia sempat bersurat ke luar negeri untuk meminta tambahan buku bacaan sebab ia sudah banyak membaca buku yang ada di perpusatakaan bogor.

Diterima di ITB

Selepas tamat SMA, Rizal Ramli kemudian ingin melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Ia kemudian mendaftar di ITB (Institut Teknologi Bandung) dan kemudian di terima di jurusan Fisika. Hampir putus asa karena tidak dapat membiayai kuliahnya akhirnya Rizal Ramli kemudian pergi ke Kebayoran untuk bekerja di percetakan. Selama enam bulan ia bekerja disana, mengirit pengeluaran untuk mengumpulkan biaya kuliah dan tidak sempat mengikuti kuliah selama enam bulan.

Ketika uangnya sudah terkumpul, Rizal Ramli kemudian kembali ke Bandung dan kemudian melunasi uang muka dan biaya kuliahnya di ITB, dan sisa tabungannya ia pakai untuk biaya keperluan sehari-harinya. Enam bulan kemudian, uang simpanannya habis. Rizal Ramli kemudian memutar otak untuk mencari biaya untuk makan dan kuliahnya.

Menjadi Penerjemah

Karena pergaulannya yang sangat luas, Rizal Ramli banyak ditolong oleh teman-temannya, namun ia kemudian akhirnya minder jika selalu minta pertolongan. Akhirnya berbekal kemampuan bahasa inggrisnya yang bagus, ia kemudian mencoba menjadi penerjemah artikel ilmiah untuk dosen dan mahasiswa. Ia dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan kuliahnya dengan menjadi penerjemah di bantu oleh teman-temannya.

Selain menjadi penerjemah, Rizal Ramli juga menjadi pengajar untuk anak-anak ekspatriat yang ada di Bandung sehingga uang kuliahnya dapat selalu tercukupi. Selama kuliah di ITB, Rizal Ramli juga aktif dalam organisasi. Ia terpilih menjadi Presiden SEF ITB, dan juga menjadi Wakil Ketua Dewan Mahasiswa ITB dari tahun 1976 hingga 1977.

 tahun 1978, Rizal Ramli sebagai mahasiswa aktif mengkritisi pemerintahan Soeharto. Bersama dengan teman-temannya, ia menjadi tim penulis Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB yang isinya banyak mengkritik kebijakan otoriter pemerintahan Soeharto dan juga Praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang terjadi di dalam keluarga Soeharto.

Diterbitkannya buku tersebut, membuat Soeharto ketika itu sangat marah. Meskipun buku tersebut dilarang beredar, namun ternyata Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB yang disusun oleh Rizal Ramli dan kawan-kawannya bahkan terlah beredar di kampus-kampus lain bahkan sempat dimuat di koran dan majalah yang pada akhirnya koran dan majalah tersebut di beredel oleh pemerintahan Soeharto.

Masuk Penjara Sukamiskin

Buku tersebut juga diterjemahkan kedalam delapan bahasa asing oleh Prof. Ben Anderson dari Amerika Serikat. Hal ini membuat Rizal Ramli ditangkap dan kemudian dimasukkan di penjara Sukamiskin, tempat Soekarno dulu ditahan. Rizal Ramli ditangkap bersama dengan teman-teman mahasiswanya yang lain.

Selama di penjara Sukamiskin, ia lebih banyak membaca buku-buku yang dikirimkan oleh teman-teman kampusnya terutama buku-buku Ekonomi yang menjadikan ia lebih menyukai ekonomi. Ia juga sering bermain catur bersama dengan tahanan lain. Ditangkapnya Rizal Ramli membuat neneknya menjadi bersedih. Rizal Ramli kemudian dibebaskan selama setahun dipenjara.

Berhenti Kuliah di ITB dan Melanjutkan Kuliah di Luar Negeri

Keluar dari penjara, Rizal Ramli tidak menyelesaikan kuliahnya di ITB. Ia kemudian mencoba untuk mencari beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Dengan berbekal rekomendasi dari Rektor ITB dan juga dari Adnan Buyung Nasution ketika itu, ia kemudian mencoba mendaftar beasiswa di Ford Foundation.

Setelah mendapatkan beasiswa, Rizal Ramli kemudian mencoba mendaftar di Boston University dan diterima di jurusan Ekonomi namun menjadi mahasiswa percobaan selama enam bulan disana di tahun 1980. Tanpa menikuti organisasi, ia mencoba fokus di kuliah. Nilai-nilai kuliahnya sangat bagus mengalahkan teman-teman kampusnya yang lain sehingga ia kemudian di terima secara penuh sebagai mahasiswa di Boston University. Rizal Ramli menyelesaikan kuliahnya selama satu setengah tahun saja dari yang biasanya yakni dua tahun.

Setelah menyelesaikan kuliah di jurusan Ekonomi di Boston Univesity, Amerika Serikat, Rizal Ramli kemudian kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai seorang redaktur di Prima. Di tahun 1982, ia kemudian menikah dengan Herawati, pacarnya yang kuliah di jurusan Arsitektur ITB yang memberinya tiga orang anak.

Setelah menikah, Rizal Ramli kemudian melanjutkan kuliahnya lagi di Amerika Serikat setelah mendapat beasiswa dari kampusnya yang dulu di Boston University. Ia kemudian memboyong anak dan istrinya ke Amerika. Untuk mencukupi biaya hidup selama di Amerika, Rizal Ramli kemudian bekerja sebagai peneliti atau researcher di Boston. Istrinya bekerja sebagai Arsitektur di Boston dan juga sempat melanjutkan kuliahnya di Harvard School of Planning.

Rizal Ramli kemudian menyelesaikan kuliahnya di Amerika hingga memperoleh gelar Doktor atau P.hD dari Boston University di tahun 1990. Ia kemudian kembali ke Indonesia dan mendirikan sebuah organisasi Ekonom bernama ECONIT Advisory Group bersama dengan Laksamana Sukardi, Arif Arryman, dan M.S. Zulkarnaen. Organisasi ini aktif mengkritisi kebijakan pemerintahan orde baru ketika itu. Rizal Ramli juga mendirikan Komite Bangkit Indonesia (KBI) dan menjabat sebagai ketuanya.

Menjadi Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) hingga Menteri Keuangan

Memasuki era Reformasi, ketika Presiden Abdurrahman Wahid berkuasa, Rizal Ramli kemudian di tunjuk sebagai Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) pada tahun 2000. Selama kepemimpinannya di Bulog, ia berhasil membawa perubahan dan keuntungan perekonomian bagi Bulog hanya dalam tempo enam bulan saja.

Prestasinya yang bagus di Bulog, membuat presiden Gusdur ketika itu mengangkatnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada bulan Agustus 2000 dan segera mencanangkan kebijakan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi. Terobosan lainnya ketika ia menjadi menteri, ia berhasil menyelamatkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang ketika itu diambang kebangkturan dengan berhasil melalukan revaluasi aset tanpa menyuntikkan modal sehingga modal PLN menjadi surplus 119,4 Triliun rupiah dari yang tadinya minus 9 triliun.

Prestasinya membuat Presiden Gusdur mempercayainya sebagai Menteri Keuangan di bulan Juni 2001 hingga agustus 2001. Di tahun 2011, Rizal Ramli menikah lagi dengan wanita bernama Marijani yang merupakan keturunan Tionghoa tahun 2008 namun istri keduanya meninggal dunia pada tahun 2001. Istri pertamanya Herawati Moelyono meninggal dunia pada tahun 2006. Tidak lagi menjadi menteri, Rizal Ramli kemudian ditunjuk menjadi komisaris utama di beberapa perusahaan- perusahaan BUMN milik pemerintah seperti di PT. Semen Gresik.

Selama menjadi komasaris utama di PT. Semen Gresik, ia berhasil mengangkat perusahaan plat merah tersebut menjadi salah satu perusahaan dari delapan perusahaan milik negara yang paling menguntungkan dimana laba bersih yang diterima PT. Semen Gresik meningkat hingga 1,8 triliun dari 1,3 triliun. Selain itu ia juga banyak mengkritisi kebijakan pemerintah di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga Presiden Joko Widodo.

Rizal Ramli Sebagai Menko Kemaritiman

Setelah ia kemudian ditunjuk menjadi komisaris utama di Bank BNI namun belum cukup enam bulan di BNI, Rizal Ramli kemudian di tunjuk oleh presiden Jokowi sebagai Menko Kemaritiman dibulan Agustus 2015, selama menjabat sebagai Menko Kemaritiman, Rizal Ramli lebih banyak mengritik pedas kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi sehingga menimbulkan kegaduhan dalam kabinet kerja yang dibentuk oleh Joko Widodo. Karakternya yang jujur, tegas dan straight to the point membuat Jokowi gerah.

Dengan jurus kepretan rajawali, ia berhasil mengungkap beberapa kasus malpraktek di lingkungan pemerintahan dan BUMN, yang paling fenomenal adalah kasus RJ Lino. Rizal Ramli menjabat sebagai Menko Kemaritiman hingga Juli 2016. Entah kenapa, prestasinya ini diganjar dengan pemecatannya sebagai Menko Kemaritiman, diganti oleh Menteri multitalenta, Luhut Binsar Panjaitan. Sementara kasus yang melibatkan RJ Lino hingga kini tidak jelas kelanjutannya, meski sudah masuk ranah KPK.

Rizal Ramli merupakan satu-satunya ahli ekonomi dari Indonesia yang dipercaya menjadi penasehat ekonomi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Umar Juoro


Banyak orang bertanya-tanya ketika mengetahui bahwa Umor Juoro yang dikenal sebagai pengamat ekonomi itu ternyata seorang sarjana Fisika jebolan ITB. Demikianlah adanya. Publik terlanjur mengenal Umar Juoro sebagai ekonom. Lantaran itu, banyak orang menyangka ia adalah lulusan Fakultas Ekonomi. Termasuk, kalangan jurnalis di negeri ini yang sering meminta analisisnya. Selain sebagai cendekiawan, Umar yang pernah menjadi anggota Dewan Pakar ICMI itu kini juga tercatat sebagai Komisaris Bank Internasional Indonesia.

Perguruan tinggi adalah wahana pengembangan kapasitas keilmuan, keahlian, dan menjadi model bagi pelembagaan tradisi intelektual para mahasiswanya. Bagi yang tanggap dengan pesan esensial pendidikan ini, berbagai pilihan hidup akan terbuka lebar ketika seorang mahasiswa memasuki era pasca-kuliah: menjadi akademisi, profesional, bahkan mendalami bidang lain di luar studi yang ia pilih pada saat belajar di kampus.

Umar Juoro mengerti benar apa alasan ia masuk ke Fakultas MIPA ITB. Setelah lulus pada 1985, ia lantas bekerja pada sebuah perusahaan consultant engineering di bidang seismik selama kurang lebih satu tahun. Namun, ketertarikan Umar terhadap bidang ekonomi dan public policy tak bisa ia bendung menyusul beasiswa yang ia terima untuk mengikuti program master di bidang ekonomi politik. Meskipun untuk itu ia harus belajar keras, Master of Arts in Economics dari University of Philippines berhasil ia raih pada tahun 1987.

Empat tahun berikutnya, 1991, Umar meraih gelar MA di bidang ekonomi politik dari Boston University, AS. Dan, pada 1993, ia kembali meninggalkan Tanah Air untuk mendalami bidang ekonomi internasional di Kiel Institute of World Economics, Jerman. Lengkap sudah bekal Umar Juoro untuk menjadi seorang ekonom.

Pada semester-semester awal Umar masuk kuliah, situasi nasional berada dalam kondisi memanas akibat berbagai kebijakan rejim Orde Baru kebijakan investasi, luar negeri, NKK-BKK, dan lain-lain yang memicu banyak kontroversi. Senat Mahasiswa ITB, sebagaimana organisasi kemahasiswaan intra-kampus di berbagai kota, melihat kenyataan ini sebagai problem besar yang harus direspons dan disikapi. Kritisisme pun berkembang di ITB.

Dari sisi subjektif mahasiswa, situasi eksternal kampus itu, apalagi menyangkut nasib bangsa, juga merupakan kesempatan untuk melakukan intelectual-social exercise. Jadilah, atmosfir di kampus ITB kian marak dengan berbagai aktivitas demonstrasi, seminar, atau memublikasikan pernyataan sikap. Di dalam pusaran dinamika aktivisme mahasiswa seperti itulah Umar selama kuliah berada.

Benar. Menurut pria kelahiran Solo, 6 Desember 1959, banyak hak yang didapat di luar teks-teks buku kuliah. Faktor pergolakan di kampus pada tahun 1978 membuat kami mahasiswa ITB sangat familiar dengan isu-isu nasional. ITB memberikan dan membuka cakrawala jauh lebih luas dari sekadar bidang studi yang digeluti para mahasiswanya. Terbukti, saya sekarang berkecimpung di dunia ekonomi, tutur Umar. Sebenarnya saya sangat tertarik dengan fisika dan dinamika politik, sebelum ekonomi. Sejak SMA sudah tertarik dengan isu-isu besar. Sedangkan secara akademik, saya suka Fisika, kata suami Juliana itu menambahkan.

Pergumulan Umar di organisasi intra-kampus, kala itu, adalah momentum pematangan intelektualnya. Di era ketika Umar menjadi aktivis kampus sehingga pada semester IV ia bersama Hendardi sudah digelar MSc: bukan Master of Science melainkan Master of Student Center, karena sangat aktif di pusat kegiatan mahasiswa itu. Di sana pula berkantor Sekretariat Dewan Mahasiswa. Aktif di Student Center membuat Umar semakin akrab dengan nomenklatur ekonomi dan politik.

Pilihan Umar untuk tak menekuni dunia fisika juga dilandasi oleh perhitungan pragmatis. Sejak di tingkat dua, Umar sudah ancang-ancang untuk mempersiapkan diri kelak terjun di dunia yang tidak berkaitan langsung dengan Fisika. Mungkin saya akan menjadi biasa-biasa saja jika berkiprah di jalur Fisika karena banyak sekali teman sejurusan yang luar biasa pintar. Saya bukan tergolong pintar di dunia fisika, ungkap ayah Jose Akbar Juoro dan Juan Ahmar Juoro sembari senyum simpul.

Pilihan Umar tidak salah. Berbagai peran sebagai seorang ekonom telah ia lakoni. Ia pernah dipercaya Presiden Habibie sebagai Asisten Wakil Presiden/Presiden RI BJ Habibie khusus Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (1998-1999), Direktur Center for Information and Development Studies (CIDES) sejak 1999. Umar juga pernah menjabat sebagai Staf Ahli Komisi VIII DPR-RI pada 2002, dan Anggota Tim Masyarakat Madani yang dibentuk oleh Presiden RI pada tahun 1999.

Sebagai figur publik, Umar tak tergoda untuk terjun ke dunia politik, seperti beberapa sejawat ekonom lainnya, seperti Didik J Rachbini, yang kini menjadi anggota DPR. Saya merasa lebih full potencial di jalur eksekutif daripada jalur legislatif, ungkap Umar menjelaskan alasan mengapa ia tak kunjung terjun ke parlemen.

ITB tidak salah mendidik Umar, tentu saja. Toh kembaran dari Amir Sambodo, yang juga masuk Teknik Mesin ITB di tahun yang sama, bukan ekonom kelas dua hanya karena ia bukan lulusan Fakultas Ekonomi. Statemen-statemen dan tulisan Umar yang berkaitan dengan masalah ekonomi nasional senantiasa kritis dan menjadi pertimbangan berbagai pihak di negeri ini.

Semua itu tumbuh semakin bagus selama Umar belajar di ITB. Ia kian terlatih menuangkan buah pikirannya ke dalam tulisan hal yang tidak selalu dimiliki seorang bergelar doktor sekalipun. Pada semester dua misalnya, ia telah menulis di sejumlah media massa, seperti Pikiran Rakyat, bahkan harian Kompas tulisan pertama tahun 1979 di halaman 4 dengan tema: Tantangan Pembangunan Perdesaan. Lebih bergengsi lagi, pada tahun kedua kuliah di ITB artikel Umar terpajang di Jurnal Prisma, sebuah jurnal ilmiah terkemuka ketika itu hingga awal dekade 1990-an. Dari sana, kemudian Umar berkenalan dengan para intelektual yang juga berlatar belakang aktivis seperti Dawam Rahardjo, Fachry Ali dan Didik J. Rachbini, untuk sekadar menyebut beberapa.

Dalam konteks pembentukan karakter mahasiswa, menurut Umar, ITB jauh lebih mengesankan bila dibandingkan dengan kampus-kampus di Filipina atau Jerman. Saya mengalami suasana kuliah di beberapa kampus di beberapa negara. Tapi, yang paling berkesan ya di ITB, kata bekas ketua OSIS SMA 9, Bulungan, itu.

Berbagai kisah sedih dan lucu tergores di kampus ITB tercinta. Umar pernah, misalnya, diisukan telah memanfaatkan kembarannya, Amir, untuk mengerjakan ujian ulang (HER) mata kuliah kimia yang sebelumnya tidak lulus. Di daftar nilai yang terpampang nilainya ditutup dengan tip-eks. Saya klarifikasi dong. Saya curiga itu dilakukan oleh lawan politik kami di kampus. Akhirnya, saya diminta cari saksi bahwa saya memang mengerjakan itu. Akhirnya, saya lulus juga. Itu sebuah pengalaman yang sangat lucu dan menjengkelkan, kenang Umar sembari melepas tawa.

Kenichi Ohmae

Jika anda penasaran dengan nama yang disebut di awal artikel ini, berikut biografi singkatnya.

Dilahirkan pada tahun 1943 di Kitakyūshū, Ohmae memperoleh gelar BS dalam bidang kimia pada tahun 1966 dari Waseda University, MS dalam fisika nuklir pada tahun 1968 dari Institut Teknologi Tokyo, dan gelar doktor dalam teknik nuklir dari Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1970

Setelah lulus, Ohmae kemudian bekerja sebagai insinyur desain senior untuk Hitachi dari tahun 1970 hingga 1972. Dari tahun 1972 hingga 1995 ia bekerja untuk McKinsey & Company. Sebagai mitra senior, ia menjalankan operasi perusahaan Jepang selama beberapa tahun. Dia ikut mendirikan praktik manajemen strategisnya, dan melayani perusahaan dalam spektrum industri yang luas, termasuk industri dan elektronik konsumen, keuangan, telekomunikasi, makanan, dan bahan kimia. Pada 1995 ia mencalonkan diri sebagai Gubernur Tokyo, tetapi kalah dari Yukio Aoshima.

Pada tahun 1997 ia pergi ke Amerika Serikat, di mana ia diangkat menjadi Dekan dan Profesor Sekolah Urusan Publik UCLA Luskin. Pada 1997 hingga 1998, ia menjadi profesor tamu di Stanford Graduate School of Business, Program MBA.

Pada 2011, ia menjadi direktur Proyek untuk Tim "H2O", dan berkoordinasi dalam menyiapkan laporan "Apa yang harus kita pelajari dari kecelakaan parah di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Dai-ichi?" dan menyerahkannya kepada Goshi Hosono, Menteri Lingkungan Hidup & Menteri untuk Pemulihan Kecelakaan Nuklir. Pada 2012, ia menjadi anggota "Komite Pemantau Reformasi Nuklir" dari Tokyo Electric Power Company (TEPCO).

Digambarkan sebagai "Mr. Strategy" di seluruh dunia, Dr. Kenichi Ohmae secara reguler diundang sebagai pembicara publik dan konsultan manajemen. Ohmae, menurut Financial Times of London, adalah "satu-satunya guru manajemen Jepang." Pada 1994, The Economist memilihnya satu dari lima guru manajemen di dunia. Sebagai penulis ia telah menerbitkan lebih dari 230 buku, banyak di antaranya dikhususkan untuk analisis bisnis dan sosial-politik. Dia juga telah berkontribusi banyak artikel ke publikasi besar (mis., Wall Street Journal, Harvard Business Review, Foreign Affairs, New York Times). The Mind of Strategist (McGraw-Hill), Triad Power (Free Press), Beyond National Borders (Dow Jones Irwin), The Borderless World (Harper Business), The End of the Nation State (Free Press), The Evolving Global Economy (editor, Harvard Business School Press), and The Invisible Continent - Four Strategic Imperatives of New Economy (HarperCollins/Nicholas Brealey Publishing), The Next Global Stage (Wharton School Publishing) adalah di antara bukunya yang paling populer yang dicetak dalam bahasa Inggris.


Ohmae memperkenalkan metode manajemen Jepang kepada khalayak Barat yang luas, khususnya praktik produksi tepat waktu Toyota. Dia juga menguraikan perbedaan antara perusahaan Jepang dan Barat, khususnya:

  • cakrawala perencanaan strategis yang panjang dari perusahaan Jepang
  • cakrawala perencanaan pendek berdasarkan pemikiran nilai pemegang saham perusahaan-perusahaan Barat

Melalui banyak publikasi, ia menciptakan banyak istilah yang masih digunakan sampai sekarang. Pada 1980-an, ia meramalkan dan menggambarkan globalisasi sebagai fenomena utama dalam ekonomi dunia.

Sebagai salah satu pendiri praktik manajemen strategisnya, ia telah melayani perusahaan dalam spektrum industri yang luas, termasuk industri dan elektronik konsumen, lembaga keuangan, telekomunikasi, peralatan kantor, peralatan fotografi, mesin industri, makanan, karet, dan bahan kimia. Bidang keahlian khususnya adalah merumuskan strategi kreatif dan mengembangkan konsep organisasi untuk mengimplementasikannya baik untuk sektor swasta maupun publik. Beberapa perusahaan Jepang yang paling terkenal dan sukses internasional terus mencari bantuannya dalam membentuk strategi kompetitif mereka. Demikian juga, nasihatnya juga banyak diminati di lembaga-lembaga multinasional dan pemerintahan yang berbasis di Asia, Eropa dan Amerika Utara. Dia juga telah memainkan peran penting dalam membantu Pemerintah Asia untuk mengembangkan strategi berorientasi regional di masa depan.

Kenichi Ohmae adalah Pendiri "Reformasi Heisei", gerakan sosial-politik warga negara yang didirikan pada 25 November 1992, untuk mempromosikan dan mengkatalisasi reformasi mendasar sistem politik dan administrasi Jepang. Dr. Ohmae adalah Presiden & CEO dari Terobosan Bisnis (BBT) (satelit interaktif 24 jam dan televisi berbasis internet untuk bisnis dan manajemen). Dia juga adalah pendiri dan Direktur Pelaksana Ohmae & Associates, General Services, Inc. (GSI), dan Dekan Sekolah Bisnis Penyerang yang berfokus pada kewirausahaan. Dari Januari 1997, ia bergabung dengan Sekolah Urusan Publik UCLA sebagai Profesor Kebijakan Publik Kanselir. Dia saat ini menjabat sebagai anggota dewan direksi IDT International di Hong Kong.

Sumber:

No comments

Powered by Blogger.